Bab 10
Hari ini adalah pagi yang cerah, aku
masuk kedalam kelas XI_IPA 3, kelas paling ribut sejak abad ke 80, sekaligus
kelas bagi anak-anak luar biasa. Bahkan saking jailnya, banyak guru yang
pingsan setelah keluar dari kelas itu. XI_IPA 3 juga pernah dihukum 1 kelas
sampai 2 les pelajaran, kami dihukum keliling 3 kali putaran, dan dijemur
sampai darah penghabisan, anak-anak XI_IPA 3 sih santai-santai aja, mau diejek
dan dilihati sebagai orang aneh, apalagi kami lebih suka olahraga daripada
mendengarkan ceramah. Dulu, wali kelas kami pernah bilang kalau XI_IPA 3 tahun
semalam, banyak yang nggak naik ke kelas 9. Mungkin itu sebabnya, kami menjadi
keturunan kakak yang dulu pernah nempel di kelas XI_IPA 3. Tapi.. walaupun
begitu, disetiap murid-murid yang ada kelas XI_IPA 3 mempunyai impian dan
cita-cita yang tinggi, hanya Inet lah yang belum mendapatkan impian dan
cita-cita apapun, katanya dia hanya ingin menjadi wanita yang pensiun. Hahaha.. gila tu anak..
Riery teringat sewaktu mereka duduk
di kelas X_3. waktu itu pemilihan jurusan antara IPA dan IPS.
“ Gue bingung……” teriak Anggi. “
Ry.. kasih tau gue dong… materi apa aja yang ada di IPA atau IPS…”
“ Hm.. kalo lo milih IPA, ada lebih banyak menghitung, kayak matematika gitu. IPS juga banyak menghitungnya, kayak akutansi lho,.”
“ Semuanya ada matematika?? Ampuuuun..
deh..”
“ Yaiyalah.. dunia membutuhkan
matematika.. say..” sembur Inet mendelik.
“ Aduh… gue nggak usah sekolah aja
deh.. kalo begini..” kata Anggi. Aku hanya tersenyum lalu menghilang dari lamunanku.
Aku duduk di atas kursiku, belum ada
satu orangpun yang duduk dikelas ini, kecuali aku. Tapi.. akhirnya, datang juga
seorang bendahara kelas yang bernama Grace, dia menoleh padaku dengan
nafsu.
“ Ya.. ampun, RIERY…” teriaknya
sambil berlari menghampiriku lalu memelukku. “ kamu kok nggak bilang-bilang
kalau pulangnya hari ini sih, aku kira bulan depan.. eh.. ngomong-ngomong..
kamu baik-baik aja kan?!? Gimana tsunami di Jepangnya?!? Sama.. oleh-olehnya
dong..” kata Putri panjang lebar.
“ Astagfirullah Grace.. kamu gila ya?!?
Aku ini capek.. jadi malas ngomong..” kataku polos.
Grace langsung nyengir. “ iya.. iya..
aku tau kok, kalau kamu lagi capek, tapi.. satu lagi.. oleh-olehnya mana, aku
terima kok, apapun yang kamu kasih..” kata Tita sok ngancam.
“ Nih..” kataku sambil memberikan
uang Rp. 1000 ke dia.
Dia menerimanya walaupun dengan
wajah melongo.
“
ya.. udah deh, nggak apa-apa, walupun hanya seribu, yang pentingkan uang..
oke.. makasih ya..” cerocos Tita dengan bahagia, lalu kembali ke bangkunya.
Aku menghela nafas panjang.
Tiba-tiba Raka datang dengan wajah bersemi, dia menghampiriku dengan tersenyum.
“ Kok kamu sendiri?!? Mana
Angginya?!?” tanya Raka sok penasaran.
Aku menatapnya lama, lalu berkata. “
Raka.. ada yang perlu aku bicarakan denganmu..” kataku. “ ayo.. ikuti aku..”
tambahku lalu keluar dari kelas.***
Aku duduk di bangku koperasi sambil
memakan empek-empek yang barusan siap di buat oleh wak Iwan. Sedangkan Raka
hanya meminum sebotol sosro.
“ Ada apa sih.. ngajak aku ke
sini?!? Mau nyatain cinta ya?!? Tapi.. sory deh, aku udah punya Anggi..” kata
Raka sambil nyengir.
Aku tersenyum. Dia.. memang sangat mencintai Anggi, dari tadi.. yang dibilangin Anggi
mulu..
“ Ha?!? Nyatain cinta?!? Gila kamu
ya?!?” jeda sejenak. “ ng.. gini, masalah Anggi nggak masuk hari ini.. karena..”
tambahku.
“ Kenapa?!? Dia sakit kan?!? Ya
udah.. nanti aku jengguk..” kata Raka cepat.
“ Kamu bisa diam nggak sih?!? Aku
itu belum selesai ngomong tau..” kataku sambil menahan emosi.
Wajah Raka langsung memerah, dia
tampak terkejut melihatku, sepertinya baru kali ini aku membentaknya.
Aku mendesah. “ maaf.. jadi membentak..”
sambungku pelan.
“ Hehehe.. nggak apa-apa kok,
lanjutkan..” kata Raka sambil nyengir.
“ ng.. ng.. Anggi.. Anggi..” kataku
terbata-bata.
Raka mengkerutkan dahi. “ ada apa
sih?!? Tumben banget kamu ngomong kayak gitu sama aku?!?” cerocos Raka lalu
berjalan meninggalkanku.
“ Lho.. Raka.. aku belum ngasih tau kenapa
Anggi, jadi.. jangan pergi dulu dong..” kataku manja sambil tersenyum.
“ Aku mau belajar, banyak PR yang
belum aku siapin, lagian.. emang mesti banget ya ngomongnya di koperasi kayak
gini, kayak pacaran aja.. mending ngomong dikelas.. biar semua tau..” kata Raka
sambil berjalan menuju kelas.
“ Bukan begitu.. aku gugup.. karena.. karena..” teriakku sambil menarik tangannya.
Raka menoleh padaku. “ karena apa?!?
Anggi sakit ya?!? Ya udah nanti aku jengguk.. tenang aja kenapa sih..”
“ BUKAN BEGITU…” kataku keras lalu
menundukkan kepala. Saat itu kami terdiam lama.
“ Ah.. kamu lama.. aku mau ngerjain
PR dulu…” kata Raka lalu masuk ke dalam menuju kelas.
“ Raka.. emang kamu nggak sayang ya
sama Anggi?!?” kataku keras sambil mengikutinya masuk ke dalam kelas.
Raka menoleh padaku. “ makanya..
cepetan ngomong..” kata Raka lalu duduk di bangkunya.
Aku mengejarnya, lalu berteriak. “
ANGGI SUDAH MENINGGAL…”
Mendengar itu, semua murid-murid
yang ada didalam kelas XI_IPS 3 langsung menoleh padaku, mereka tampak terkejut
mendengar perkataanku.
“ Ha?!? Kamu yakin rie?!?” tanya Nuni yang tadinya sedang mendengarkan musik lewat ponselnya.
Aku menundukkan kepala. “ iya..
Anggi meninggal karena hanyut terkena tsunami, Jesica.. juga meninggal karena
tertimpa bangunan hotel yang kami tempati, hanya aku dan Inet yang selamat dari
kami berempat..” jelasku.
Tiba-tiba, Inet yang barusan datang
melihatku berdiri didepan kelas sambil menundukkan kepala.
“ Lho.. Riery?!? Kamu kenapa?!?”
tanya Inet sambil memegang bahuku.
“ Ssstt…” tiba-tiba Emma yang
berdiri didepan pintu langsung menyenggol Inet. “ Apa benar.. Anggi dan Jesica
meninggal?!?” tanya Emma yang membuat seluruh warga kelas XI_IPS 3 menoleh pada
Inet.
“ Ha?!? Ng.. iya..” kata Inet pelan.
Kami semua terdiam lama, beberapa
saat, aku mengeluarkan air mata lagi. Sampai
sekarang.. aku belum bisa melupakan mereka berdua.
Raka menghampiriku. “ kamu kok nggak
bilang dari kemarin?!?” tanyanya pelan.
“ Gimana aku mau bilang, kamu udah
langsung menutup ponsel kamu..” belaku.
Raka terdiam, lalu keluar dari
kelas. Aku mengikutinya.
“ Raka.. aku mengerti perasaanmu..
aku juga sama sepertimu.. aku sedih dan kecewa.. maafin aku.. aku belum bisa
melindunginya… padahal aku sudah berjanji padamu.. maaf.. maaf.. aku tak bisa
menepati janjiku…” kataku sambil mengeluarkan air mata.
Raka menoleh padaku. “ oh.. nggak
apa-apa kok, sudahlah Riery, nggak usah difirkan lagi, aku udah tau kalau kamu
sudah berusaha.. jadi.. sudahlah.. tidak usah menangis..” kata Raka pelan.
Aku menghapus air mataku, lalu
memeluknya. Raka membalas pelukanku dengan hangat, lalu tersenyum.
***
Bu Meggy (wali kelas XI_IPA 3)
masuk ke dalam kelas dengan wajah kecewa. Sepertinya dia sudah tau kalau Anggi
dan Jesica sudah meninggal. Bu Meggy duduk diatas kursi guru XI_IPA 3, dia meletakkan
tasnya diatas meja, lalu menghela nafas panjang.
“ Ibu turut beduka cita, atas
meninggalnya 2 teman kalian itu, apalagi.. Jesica Jolie itu baru saja masuk
kesekolah ini..” kata bu Aisyah lalu menoleh padaku. “ kapan mereka di
makamkan, rie?!?” tambah bu Meggy dengan jelas.
“ Sepertinya sih, sore ini bu…”
jawabku dengan mata memerah sehabis menangis tadi.
Bu Meggy mengangguk-angguk. “ oke..
jadi.. nanti siang, kita berkumpul didepan rumah Riery ya.. kita datang ke tempat
pemakamannya bersama-sama.” kata bu Meggy.
“ Tapi bu, katanya.. Jesica tidak
dibawa ke Indonesia, dia dibawa ke Belanda bersama keluarganya yang ada disana..”
jelasku pada bu Meggy.
Bu Meggy mengangguk-angguk, lalu
berkata. “ hm.. baiklah.. jadi kita hanya bisa melihat Anggi, kalau Jesica..
kita doakan saja, semoga amal ibadahnya diterima oleh tuhan yang maha esa..”
jeda sejenak. “ oke.. Arita, nanti siang, tulis nama-nama yang tidak datang,
oke?!?” kata bu Meggy pada Arita, sang sekretaris kelas XI_IPA 3.
“ Baik bu..” jawab Aritia sambil
mengangguk.
“ Hari ini, kita tidak belajar, ibu
juga sedang banyak urusan untuk raport Anggi dan Jesica, jadi ibu keluar
sebentar.. kalian jangan ribut..” kata bu Meggy
lalu keluar dari kelas XI_IPA 3.
Kami semua terdiam, tidak ada yang
berani berbicara. Baru kali ini, sejarah sekolahku, 2 orang meninggal pada
waktu bersamaan, apalagi 1 diantara mereka baru seminggu belajar disini.
Aku menutup wajahku dengan kedua
telapak tanganku, tubuhku gemetaran dan kulitku dingin. Saat kulihat Raka yang
terdiam sambil merenungkan Anggi, tiba-tiba Adjie menepuk bahuku.
“ Woi.. gue turut berduka cita ya..”
katanya sambil tersenyum.
Aku mengangguk pelan. “ terimakasih
ya..”
“ Iya.. sama-sama.. oh.. iya,
padahal, gue udah rencanakan mau nembak Jesica lho.. saat dia kan balik ke
Indonesia..” kata Adjie mengakui.
“ Oh.. ya?!? Hahaha.. kamu ini..
bisa aja..” kataku.
“ Suer.. dari pertama bertemu, aku
emang suka sekali sama dia…” kata Adjie sambil mengancungkan 2 jari.
“ Hahaha..” kataku terbahak, lalu
menundukkan kepala. Jesica..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar