Bab 9
“ Ada satu wanita yang meninggal…”
teriak seorang polisi dengan polisi yang lain. Polisi itu menoleh pada Taiga yang
sedang menggendong Jesica dibelakangnya. Dia meletakkan Jesica diatas kain
putih, lalu menyelimutinya dengan kain itu.
“ Ini temanku dari Indonesia,
dia tertimpa bangunan hotel ini.” jelasku pada Polisi itu.
Polisi itu mengangguk. “ saya mengerti..”
kata polisi itu, lalu menoleh padaku lagi. “ dari Indonesia?!? Sepertinya tadi
aku juga menemukan seorang wanita dari Indonesia,” Jelasnya padaku.
Aku mengangkat alis. Apakah itu Anggi?!? “ ya.. dia
temanku..” kataku cepat.
“ Dimana dia pak?!?” tiba-tiba Inet
langsung bertanya.
“ Ayo..” ajak polisi itu pada kami
bertiga.
***
“ Ini.. kalian boleh melihatnya,
tapi tolonglah, jangan ribut..” kata polisi itu sambil menunjukkan keberadaan
Anggi yang tergeletak di atas kain putih. Aku dan Inet berlari menghampiri
Anggi.
“ Anggi..” Kataku pelan sambil
mengeluarkan air mata. Aku menggenggam tangan Anggi. Tiba-tiba Inet memelukku.
“ Riery.. bagaimana.. Anggi?!? Apa
Anggi juga sudah meninggal?!?” tanya Inet sambil terbata-bata.
Aku tidak menjawab, aku hanya bisa
menutup mataku. Tiba-tiba saat aku membuka mata, aku sedang berdiri berada di
taman gelap dan sepi. Aku mencoba mencari seseorang untuk menemaniku ditempat
ini, tapi tidak ada satu orangpun yang terlihat.
“ Halo?!? Apa ada orang?!?”
teriakku. Tiba-tiba saat aku akan mengatakan sesuatu lagi, ada seseorang yang
menepuk bahuku dari belakang. Aku menoleh kebelakang, terlihat seorang yang
begitu kukenal, JESICA.. ANGGI..
“ Jesica?!? Anggi?!?” kataku sambil
terkejut.
Mereka tersenyum padaku.
“ Kenapa kamu ada disini, Riery?!?”
tanya Jesica padaku.
Aku mengkerutkan dahi. “ seharusnya
aku yang bertanya begitu padamu, kenapa kalian ada disini?!? Bukannya kalian..
sudah..”
“ Ooo.. kami disini karena ingin
bermain saja, ini kan hari minggu.. jadi boleh dong bermain sebentar..” kata
Anggi sambil menari-nari didepanku. Aku tersenyum.
“ Oh.. iya, Riery, kamu pasti
haus?!? Mau teh?!? Ini.. sudah aku buatkan dari yang enak sampai ke super
enak.. karena, kamu pasti tak akan mau kalau aku memberikan teh yang pahit
kan?!? Pasti begitu.. karena semua orang pasti sangat tidak menyukai teh yang
pahit, selain rasanya yang..” tiba-tiba saat Jesica akan melanjutkan
perkataannya, aku langsung memotong.
“ Sudah.. sudah Jesica, tak usah
panjang lebar..” kataku polos sambil tersenyum lalu memberikanku segelas teh
yang sudah dibuatnya.
“ Hehehe.. maaf ya..” kata Jesica
sambil tersenyum. Aku membalas senyumannya.
“ Hei.. Jesica.. ayo kemari.. kita
harus pergi..” tiba-tiba Anggi berteriak sambil melambaikan tangan ke arah
Jesica. “ maaf Riery, kami tak bisa lama-lama, kami harus pergi selagi bulan
masih bersinar,” kata Anggi sambil tersenyum.
Aku membalas senyumannya. “ ya.. tak
apa-apa..” lanjutku.
Jesica menoleh padaku. “ Riery..
suatu saat nanti, jika kita bertemu lagi, aku tak bisa berkata apa-apa, karena
aku belum siap bertemu denganmu… tapi.. aku meyakinkan padamu kalau kau akan
siap,” katanya panjang lebar, lalu berlari menghampiri Anggi dan menghilang
dalam sekejap.
Aku tersenyum, lalu berkata. “ aku
senang, bertemu kalian berdua… dan aku siap kapanpun kau siap, Jesica..”
***
Aku terbangun dari mimpiku, sekarang
aku tengah berada di dalam pesawat, disebelahku, terlihat Inet yang sedang
membaca majalah, wajahnya ceria seperti dulu. Dia membaca majalah itu dengan
seksama, baru kali ini aku melihatnya dengan seperti ini. Padahal dulu,
rambutnya selalu berserakan dan urakan, apalagi pakaiannya gemrong dan bau,
tapi.. kali ini, dia terlihat rapi dan bersih, tidak ada bau sama sekali.
Aku mengangkat alis. “ Inet?!? Kita
kok disini?!?” tanyaku sambil menoleh ke arah kanan dan kiri.
“ Kata polisi itu, kita harus cepat
pulang ke Indonesia. Ibumu dan ayahmu sudah mencemaskan keaadaanmu lho Rie..
makanya tadi mereka menyuruhku untuk cepat balik ke Indonesia.” Jelas Inet.
Aku menundukkan kepala, lalu menoleh
lagi pada Inet. “ Anggi dan Jesica?!? Mereka.. bagaimana?!?” tanyaku.
“ Anggi sedang dibawa ke Indonesia,
sedangkan Jesica dikembalikan ke Belanda, itu perintah keluarganya, tapi..
tenang saja.. semua akan berjalan lancar…” kata Inet sambil tersenyum.
Aku membalas senyumannya.
“ Oh.. iya, si Taiga sama Kouki juga
ikut ke Indonesia lho.. mereka mencemaskan keaadanmu,” kata Inet.
Aku mengangkat alis. “ Kouki?!? Yang
berambut coklat itu?!?” tanyaku.
“ YOI…” jawab Inet polos.
“ Mereka ke Indonesia hanya untuk
mencemaskanku?!? Itu tidak masuk akal, Inet..” kataku keras.
Inet mendesah. “ itu berarti mereka
mencintaimu, mereka ingin lebih lama lagi denganmu, seharusnya kamu senang
dong..” lanjut Inet sambil terus membaca majalah.
Tiba-tiba Inet menoleh padaku. “
mereka menitipkan sesuatu padaku untukmu..” tambahnya sambil membuka-buka isi
dalam tas gendongnya.
“ Menitipkan sesuatu?!?” tanyaku
penasaran.
“ Ini…” kata Inet sambil memberikan
sebuah jepitan rambut berbentuk bunga Sakura.
Aku mengambil jepitan rambut itu, “
ini.. yang diberikan mereka?!?” tanyaku lagi.
“ Ng.. kayaknya sih nggak, Kouki
yang memberikan jepitan itu, Taiga tidak memberikan apa-apa, dia hanya titip
salam.” Kata Inet sambil tersenyum. “ dari dulu, sejak aku lihat kalian, aku
rasa kalian itu cocok, serasi sebagai pasangan..” tambah Inet.
Aku melotot. “ apaan sih?!? Aku kan
udah punya Raiga..”
“ Ya.. terserah deh..” jawab Inet
polos lalu mengambil majalahnya lagi dan membacanya.
***
Aku sampai di Bandara Polonia Medan.
Hari ini banyak sekali orang-orang Indonesia yang menunggu ke datangan kami,
ada yang menunggu keluarganya yang juga barusan liburan ke Jepang, mereka
tampak cemas.
Setelah mengambil barang-barangku
dari bagasi, aku keluar dari Bandara. Terlihat ayah dan Mamaku beserta kedua
kakakku, Aya dan Junior sedang duduk di luar, aku berjalan menghampiri mereka,
tapi sebelum aku sampai disana, kak Junior langsung membalik badan.
“ Tri Riery Iqtitaira…” teriak kak Junior saat
melihatku berjalan menuju mereka. Aku tersenyum.
“ HAI…” jawabku keras lalu berjalan mendekati mereka.
“ HAI…” jawabku keras lalu berjalan mendekati mereka.
“ Bagaimana?!? Lo baik-baik aja
kan?!?” tanya kak Junior saat selesai memelukku.
“ Yah.. begitulah..” jawabku seadanya.
“ Syukurlah…” jawab kak Junior
sambil terlihat lega.
“ Nih.. belum makan, kan?!?” kata
Mamaku yang selalu mencemaskanku jika aku belum makan. Aku mengangguk lalu
menerimanya.
Tiba-tiba, saat aku dan keluargaku
akan masuk ke dalam mobil untuk pulang, Inet berteriak padaku dari belakang. “ Riery.. aku pergi dulu ya… ortuku udah jemput, dah..” kata Inet sambil
melambaikan tangan lalu berlari menuju mobilnya. Aku membalas lambaian
tangannya sambil menoleh pada Taiga dan Kouki lalu menghampiri mereka berdua.
“ Kalian mau nginap dimana?!?”
tanyaku.
“ Ng.. kami tidur di hotel aja
deh..” kata Taiga sambil nyengir.
“ Hm… ya udah deh, oh iya.. aku
duluan ya.. ortuku udah ngambek tuh.. dah..” teriakku lalu masuk ke dalam
mobil.
Saat diperjalanan pulang, kak Junior
bertanya padaku.
“
gimana?!? Seru nggak ke Jepangnya?!?” tanyanya sambil tersenyum.
“ Seru banget… hahah.. sampai-sampai
ada gempa segala…” kataku dengan senyum dipaksakan.
“ Hehehehe..” jeda sejenak. “ oh..
iya, dari tadi gue kok nggak liat si Anggi sama Jesica sih?!? Kemana mereka?!?”
tanya kak Junior.
Pertanyaan kak Junior membuatku
teringat pada mereka berdua, teringat tentang semua kejadian yang aku alami
berempat bersama Inet, dari kelas 3 SD, sampai kelas 2 SMA ini. Sangat tidak
menyangka, ternyata perjalan persahabatan kami akan berakhir disini.
Dimulai dari perjalanan yang
mengademkan, sampai perjalanan yang menantang, semua sudah kami nikmati
bersama. Aku sangat sedih melihat kejadian ini, bagaimana tanggapan Raka saat
mengetahui Anggi tlah meninggal, bagaimana tanggapannya mendengar aku tak bisa
menepati janjiku, bagaimana perasaan hatinya, pecah.. yang ada hanyalah Kenangannya
dengan Anggi. Dia pasti sangat kecewa denganku. Aku menutup mataku.
***
Aku meletakkan tubuhku dikasur saat
tiba didalam rumahku yang minimalis ini, sekarang sudah jam 10 malam, belum
sempat aku menutup mata, tiba-tiba poselku berbunyi, bunyi dengan lagu Hero
Come Back dari Nobodyknows. “ Everbody stand up, agero kyou ichiban no jikan
da….”
Aku menoleh pada layar ponselku,
tertera nama RAKA disana. Raka?!? Aduh..
bagaimana ini?!? apa yang harus kukatakan padanya?!? Aku mengambil ponselku
lalu berkata.
“ Ya.. ada apa ka?!?” tanyaku gugup.
Aku sudah tau, pasti dia mau bertanya tentang Anggi.
“ Halo.. apa kabar?!?” tanya Raka
dengan semangat.
“ Baik-baik aja kok!! Ada apa?!?”
tanyaku sambil menggoyangkan kakiku.
“ Ng.. gini, aku mau bicara sama
Anggi dong, aku jadi rindu sama dia, oh.. iya ponselnya kok nggak bisa
dihubungi ya?!? Padahal kalian udah balik ke Indonesia kan?!? Hmm..
ngomong-ngomong kalian semua baik-baik aja kan?!? Ada yang Kena Tsunami sama
gempanya nggak?!? Aduh.. aku cemas banget dengan keaadaan kalian lho.. oh iya..
aku juga mau ngomong sama Inet dong?!? dia kan udah janji mau kasih oleh-oleh
dompet sama aku..” kata Raka penjang lebar, yang membuat mulutku mangap.
“ Ya ampun… Raka, pertanyaanmu
panjang banget dodol.. aku bingung mau jawab yang mana..” jawabku keras.
“ Terserah deh, mau jawab yang mana
dulu…” kata Raka polos.
Aku memutar bola mata. “ oke.. aku
mau jawab soal Inet dulu ya.. katanya dia nggak sempat mau beliin kamu dompet.
Lagian, kamu juga aneh sih, udah tau kami lagi ada masalah di Jepang, masih..
juga ngomongin oleh-oleh. Dodol banget sih kamu..” kataku bohong.
Raka langsung nyengir. “ hehehe..
iya-iya deh.. sekarang jawab soal Anggi dong, buruan.. aku mau ngomong sesuatu
sama dia..” kata Raka cepat.
Aku menundukkan kepala. “ Raka..
maaf.. si Anggi sudah…”
“ Sudah kenapa?!? Sudah tidur ya?!?
Berarti benar dugaanku kalau dia nginap dirumah kamu.. ya udah deh.. besok aja
di sekolah ya.. dah…” kata Raka cepat lalu menutup pembicaraan kami.
“ Eh.. tunggu Raka.. aku kan belum
bilang yang sebenarnya…” kataku keras, lalu meletakkan ponselku diatas meja
belajar. Aduh.. besok.. gimana mau
bilangin ke dia ya?!? tanyaku dalam hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar