BAB 6
“ Jus Kuini-nya dua ya buk..” kata
Anggi pada penjaga toko restoran. Penjaga itu hanya tersenyum. Anggi membalas senyumannya,
lalu menoleh pada Raka. “ Yank, mau makan?!? Biar aku beliin deh.. sebagai
tindakan terakhir..” lanjut Anggi sambil tersenyum kecil.
Raka menoleh pada Anggi lalu
tersenyum sambil menggoyangkan kepalanya. “ nggak usah.. tadi udah makan.”
Jawab Raka pelan. “ Ng.. Anggi, ini hari terakhir ya..” lanjut Raka.
Anggi mengkerutkan dahinya. “
Maksudnya.. hari terakhir?!? Hari terkahir jumpa, gitu?!?”
Raka hanya mengangguk pelan.
“ Ya nggak lah, sebulan lagi aku
juga pulang kok.” Kata Anggi sambil tersenyum. “ kenapa, takut rindu ya?!?”
tanya Anggi lagi.
“ Ha?!? Ng.. kalo iya, gimana?!?”
kata Raka sambil memberikan senyumannya yang paling manis. Anggi membalasnya
dengan sanyuman genit.
***
“ Biasanya di film-film, kalau
kekasihnya mau pergi dia pasti ngasih cincing atau kalung, tapi..” kata Rai.
Aku menoleh padanya, lalu menghela
nafas. “ itu kan di film, kalo aku gak usah pake gitu-gituan juga boleh, kok.”
Kataku sambil tersenyum.
“ Aku juga pengen kasih sesuatu sama
kamu, Riery. Tapi.. bukan barang berharga, melainkan barang biasa.” kata
Rai pelan.
Aku hanya tersenyum sambil
mengangguk.
Rai pun mendesah, lalu mengambil
sesuatu di dalam tas ranselnya, “ ini..” kata Rai sambil memberikan sebuah
gantungan kunci bertulisan .
Aku langsung melotot. “ One Piece?!?! Kenapa
namanya yang dibuat?!?”
“ Kamu kan suka sama One Piece..” jawab
Rai beralasan.
“ Ya.. tapi kan..” kataku lemas lalu
menoleh pada Rai yang terlihat bingung.
“ Kenapa?!? Nggak suka ya?!? Ya
ampun.. dari dulu aku memang nggak berniat buat nama One Piece, aku ini memang
aneh..” cibir Rai.
Aku menoleh padanya, lalu langsung
nyengir. “ ah.. nggak kok, aku senang, senang banget malah.” Jawabku.
Rai pun tersenyum lega.
***
Kami duduk di atas kursi ruang
tunggu, menunggu kedatangan pesawat yang akan pergi ke Jepang. Tiba-tiba Raka
menghampiriku dan duduk disebelahku.
“ Hai rie, sampai jumpa bulan depan
ya..” katanya sambil tersenyum.
Aku membalas senyumannya. “ iya
sama-sama..”
Raka tersenyum lagi. “ aku mau nitip
sesuatu, aku.. punya firasat buruk tentang kamu dan teman-temanmu saat kamu
akan di Jepang..” sambungnya yang membuatku menatapnya tajam.
“ Firasat buruk?!? Kamu ini..
mikirin yang nggak-nggak deh..” kataku.
“ Eh.. iya.. iya.. sory ya… itu cuma
mimpiku kok.. tapi.. jika terjadi sesuatu.. tolong lindungi Anggi ya…” kata
Raka pelan. “ aku nggak mau pisah darinya…” tambahnya.
Aku tersenyum. “ tenang saja.. semua
akan segera berjalan lancar.. aku berjanji.. aku akan melindungi Anggi.. bukan
hanya dia.. juga Inet dan Jesica..”
Raka tersenyum. “ terimakasih ya..”
Aku membalasnya dengan senyuman.
***
“ Kami pergi dulu ya.. sampai jumpa
bulan depan.” teriak Inet sambil tersenyum lebar lalu melambaikan tangan.
“ Ya.. jangan lupa oleh-olehnya
ya..” kata Rai.
“ Tenang aja, kamu mau minta
apaan?!? Pasti aku beliin deh..” kata Inet sambil terbahak.
“ Ng.. kaca mata aja deh.. tapi yang
keren ya..” kata Rai.
Inet hanya mengangguk dan tersenyum
lalu menoleh pada Raka yang dari tadi terdiam.
“ Heh.. kamu mau minta apaan?!?”
tanya Inet dengan sombongnya.
“ Ng.. minta dompet aja deh, bisa
nggak?!? Yang mahal ya..” kata Raka.
“ Alah.. gampang..” jawab Inet sok
aksi.
Anggi yang melihat aksi Inet hanya
mengejeknya dari belakang. Sok kaya..
sekali di minta, paling-paling merengek.. katanya dalam hati.
Tiba-tiba Inet menoleh pada kak
Junior. “ kak, mau minta apaan?!?”
Kak Junior memutar bola matanya. “
ng.. minta tali pinggang aja deh, soalnya tali pinggang kakak udah banyak yang
bolong-bolong.”
“ Aduh.. nggak bisa kak, kalo tali pinggang
susah.” Kata Inet.
Kak Junior mengkerutkan dahi. “
lho.. kenapa?!?” tanya kak Junior.
“ Soalnya susah ngambil dari ikatan
celananya..” kata Inet.
Aku, Jesica, Anggi, Raka, Raiga, dan
kak Junior langsung melotot. “ HAAAAA..........?!?!?”
“ Jadi maksud kamu nyopet, gitu?!?”
tanya Anggi.
Inet hanya nyengir, “ Hehehe….”
Aku mendesah, lalu berkata. “ sudah
cukup bercandanya, ayo.. sebentar lagi pesawat akan berangkat. ng.. Rai, sampai
jumpa lagi ya.. I Miss you..” kataku sambil tersenyum kecil.
“ Me too..” Jawab Raiga yang juga
tersenyum.
***
Aku duduk di samping Inet yang
sedang membaca majalah yang ada dikursi pesawat itu. Sedangkan Anggi dan Jesica
duduk dibelakang kursi kami. Sambil melihat pemandangan dari atas, aku menoleh
pada seorang lelaki berambut coklat berjalan melewati kursiku. Wajahnya kusam,
tapi gayanya keren.
Apa
dia mau ke Jepang juga?!? Pikirku dalam hati. Wajahnya memang kayak orang Jepang sih, mungkin dia emang tinggal di
Jepang..
Aku menoleh pada Inet lalu berkata.
“ Net, geser dong. aku mau kamar kecil dulu.” Kataku manja.
Inet menoleh padaku dengan
menampilkan mata sayunya lalu mempersilahkanku untuk keluar.
Saat aku beranjak keluar menuju
kamar kecil, tiba-tiba Jesica memanggilku. “ Riery..” teriak Jesica.
Aku menoleh pada Jesica. “ Hm?!?”
Jesica menghampiriku sambil
terengah-engah. “ mau ke kamar mandi ya?!?” tanyanya.
Aku hanya mengangguk. “ kenapa?!?”
Jesica hanya nyengir. “ nggak papa..
hehehe..”
Aku mengkerutkan dahi, lalu
mendesah. Saat aku membalikkan badanku, tiba-tiba seorang lelaki berambut
coklat yang barusan lewat di kursiku tadi langsung menabrakku, tampaknya sangat
sengaja.
Aku terkejut, lalu berkata. “ ah,
maaf ya..” kataku pelan.
Cowok itu menoleh padaku dengan
tatapan dingin. Tanpa berkata apa-apa, dia langsung berjalan menuju kursinya.
Sejenak aku berfikir, kenapa dengan cowok itu?!? Aku salah apa
dengan dia?!? Aku aja nggak Kenal dia?!? Kok sifatnya seolah membenciku?!?
Aku mendesah, mau cowok itu
membenciku kek, toh aku nggak akan peduli, dia bukan siapa-siapaku.
***
Aku kembali ke kursiku bersama Inet
yang sudah tertidur nyenyak. Aku melihatnya dengan seksama, kalo aku bangunin
dia, takut dia marah lagi. Soalnya dia sudah tertidur nyenyak. Tapi.. kalo
tidak kubangunin, aku duduk dimana dong?!? malah dia duduk di pinggir lagi.
Aku mendesah, lalu menghampiri kursi
Anggi dan Jesica. Kulihat Anggi tlah tertidur pulas, tapi Jesica masih membaca
sebuah majalah. Aku menoleh padanya.
“ Jesica.. temani aku yuk..” ajakku
manja.
Jesica menoleh padaku, lalu tersenyum dan
mengampiriku.
“ Aku mau cari cowok yang tadi
menabrak aku tadi, aku ingin tahu, apa sebenarnya maksudnya.” Kataku lalu
menarik tangan Jesica.
Aku melihat satu persatu kursi-kursi
yang ada dalam pesawat ini, sama sekali tak tampak cowok berambut coklat tadi.
“ Riery, yang mana sih cowok kamu,
itu?!?” tanya Jesica penasaran.
Aku melotot. “ cowok aku kamu
bilang?!? Aku aja nggak kenal dia.” Belaku. Sebenarnya dalam hatiku, aku ingin
sekali berkenalan dengannya. Tapi.. tatapannya itu, membuat hatiku pecah.
Aku mendesah, dari tadi aku tak
melihat cowok berambut coklat itu. Saat aku membalik badan, tiba-tiba cowok
berambut coklat itu berdiri tegap didepanku.
“ Kamu mencariku?!?” tanyanya polos.
Aku menoleh padanya. “ ng.. nggak,
aku.. bukan mencari kamu, aku.. cari.. ortuku, iya ortuku..” jawabku beralasan.
Waduh, ketangkap basah nih.
“ Aku.. tidak suka orang yang
berbohong kepadaku.” Tegas cowok berambut coklat itu.
Aku melotot, apaan sih?!? Sok tegas. “ bising kali..”
sindirku lalu pergi meninggalkan cowok itu.
Jesica yang melihatnya hanya nyegir
pada cowok berambut coklat itu, lalu berlari menghampiriku.
“ Riery, kamu kok ngomong kasar
sama cowok kamu, sih?!?” tanya Jesica.
“ Apa kamu bilang?!? Cowok aku?!? amit-amit
banget deh aku punya cowok sok ganteng kayak gitu, bisa stress deh aku,”
selaku.
Jesica hanya nyengir lagi. “ oh..
gitu ya?!? Kalo gitu maaf deh..”
***
Aku, Jesica, Anggi dan Inet turun
dari pesawat. Saat kami berjalan menuju bagasi, tiba-tiba cowok berambut coklat
tadi, yang menurutku sok ganteng lewat dengan sombong. Aku cemberut lalu
berkata.
“ Dasar sok.” seruku dengan PD.
Cowok berambut coklat itu menoleh
kebelakang lalu melihatku. “ apa?!?”
“ Kamu sok,” umpatku.
“ Sok kenapa?!?”
“ Nggak apa-apa.” celetukku dengan santai.
" Yaudah diam!"
" Nggak usah ge-er lah"
Tiba-tiba dengan geram, cowok
berambut coklat itu langsung mengampiriku dengan membawa wajahnya yang memerah.
Anggi yang melihat aksiku dengan
cowok berambut coklat itu langsung menghentikan. “ Heh.. dasar gila! Belum Kenal
apa-apa udah berantam. Kalian kenapa sih?!?”
Cowok itu menoleh pada Anggi dengan
sinis. “ kamu siapa?!? Nggak usah ikut campur.” sahut cowok berambut coklat
itu.
Mendengar perkataan cowok berambut
coklat itu, wajah Anggi langsung menggerang, tiba-tiba Inet datang
menghentikannya.
“ Hei.. udah dong! jangan berantem,
kalau begitu tak akan menyelesaikan masalah.” pinta Inet mencoba menenangkan
lalu menoleh pada cowok berambut coklat itu. “ maaf ya, kami orang Indonesia.
Kamu juga pasti dari Indonesia kan?!? Tolong maafkan kami.” Tambah Inet.
“ Ih.. Inet! Ngapain minta maaf?!?
Seharusnya dia yang harus minta maaf.. orang aku ngomong baik-baik, dia malah
nyahut kayak orang gila..” beber Anggi.
“ Gila?!? Kamu pikir aku gila?!?”
geram cowok berambut coklat itu.
“ UDAH… STOOOOOOOP……….” Teriak Inet
yang membuat semua penumpang yang berjalan bersama kami tercenggang. “ udah
deh, maaf. Teman saya emang begitu,” lanjut Inet.
Cowok berambut coklat itu mendesah lalu pergi
meninggalkan kami. Saat cowok berambut coklat itu terlihat jauh dariku, Anggi
langsung membantah Inet.
“ INET, ngapain sih kita minta maaf?!?
Seharusnya dia yang minta maaf.” Bela Anggi.
Inet menoleh padaku. “ ya ampun Anggi. Kamu itu
bisa membedakan yang baik sama yang nggak baik nggak sih?!? Kalau kita
mengalah, itu akan menyelesaikan masalah. Dan sekarang kamu udah mengalah, jadi
masalah selesai. Udah tuntas kan?!? Nggak ada teriak-teriakkan lagi kayak tadi,
kan?!?” jelas Inet panjang lebar.
“ Betul banget. Aku setuju dengan pendapat Inet,
kita itu harus mengalah.. sebagai makhluk tuhan yang..” belum sempat Jesica
melanjutkan perkataannya Anggi langsung memotong.
“ Iya.. iya.. nggak usah diceramahin aja, aku
udah ngerti kok.” Sahut Anggi.
Jesica hanya bisa mendengus dengan wajah kusam.
***
“ Wah.. keren ya, hotelnya. Luar aja udah kayak
gini, apalagi didalam kamarnya, pasti sejuk.” girang Anggi saat kami sampai di
hotel Habara tempat kami menginap selama di Jepang ini.
Aku hanya tersenyum, memang.. hotel Habara ini
indahnya luar biasa. Lampu-lampu yang menghiasi pemandangan diluar sangat
cantik. Cocok untuk pemandangan bersama pacar. Wah.. seandainya Raiga ada disini, nggak akan gue sia-siakan deh..
Aku memandang satu-satu persatu wajah-wajah orang
jepang ini, tanpa kusadari cowok berambut coklat itu juga ada disini.
“ Ya.. ampun, di.. diakan..” kataku gagap yang
membuat teman-temanku terlihat bingung.
“ Ada apa Rie?!?” tanya Jesica.
“ I.. itu.. cowok yang tadi.. ya ampun mampus
deh aku,” kataku terbata-bata lagi.
Anggi yang melihat cowok itu langsung
menggeram.
“
Eeehgrhhhh... pengen banget aku tonjok tuh mukanya..”
“ Udah deh, ayo cepat kita pesan
kamar. Keburu cowok itu melihat kita, tambah besar resikonya..” kata Inet lalu
berjalan menghampiri tempat resepsionis itu.
“ Iya.. iya.. ayo cepat, aku juga
mau muntah nih liat muka nya yang sok ganteng itu..” kataku dan Anggi hampir berbarengan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar