BAB 5
“ ITADAKIMASU.” Teriakku, Anggi,Inet
dan Jesica, lalu langsung melahap sarapan pagi yang tlah disajikan ibuku. Hari
ini hari Rabu.
Aku melahap Roti keju yang tlah ku
taburkan misiseres. Sebelum aku melahap roti itu, tiba-tiba Inet langsung
mengehentikanku dengan memegang lenganku.
“ Heh.. tau sopan santun nggak
sih?!?” katanya.
Aku mengkerutkan dahi. “ aku udah
baca doa kok. Lagian, tadi aku udah ngucapin selamat makan, kan?!?”
“ Huh.. di Jepang itu.. tak ada
orang seperti kamu, Rie.. Dengerin aku ya.. sebelum makan, biasanya orang
Jepang itu minum dulu. Minumnya juga nggak sembarangan, mereka minum dengan
anggota keluarganya yang juga makan pada saat itu.” Jelas Inet.
“ Tau dari mana kamu?!?” tanya Anggi
penasaran.
“ Ng.. hanya pikiran aku saja.” Kata
Inet sambil nyengir.
Aku mendesah. Dasar!!
“ Yang dikatakan Inet, ada benarnya
juga. Orang Jepang itu kan selalu sopan santun, dan tak pernah melanggar
aturan. Aku ingin, Indonesia juga bisa seperti itu, biar rakyatnya adil dan
tenteram. Tapi.. itu tidak akan terjadi kalau bukan aku yang jadi presidennya.”
Kata Jesica kepedean.
Aku, Anggi dan Inet langsung melongo
tanpa melotot.
“ Kenapa?!? Bingung ya?!? Oke.. itu
emang cita-cita aku dari kecil. Sebelumnya kan Indonesia emang masih jauh dari
yang maju. Kita sebagai penerusnya harus bisa membuat Garuda menjadi bangga.”
Kata Jesica sambil tertawa.
“ Ka, kamu sekarang kok makin
stress, ya?!? Jadi makin tambah gila!” cerocos Inet tanpa ampun.
“ Udah ah, ayo.. makan. Keburu
terlambat nih..” kata Anggi lalu melahap roti bakarnya.
***
Sampai disekolah, gerbang sudah
tertutup. Aku, Anggi, Inet dan Jesica masuk sambil menahan rasa takut. Guru
piket, dan guru BP sudah menunggu kami di depan pintu masuk.
“ Lama sekali kalian..” gerutu pak
Ridwan.
Aku tersenyum kecil. “ maaf pak,
tadi malam kami bergadang.” Jawabku.
Inet langsung menyenggol lenganku. “
kamu bilang apa sih?!? Kalo kamu bilang kita bergadang, kita tambah direpetin,
tau..” bisik Inet.
Aku mengangkat alis. “ Aduh, sory..
aku lupa.” Kataku sambil nyengir.
Inet hanya mendesah.
“ Katakan nama dan kelas kalian.” Kata
Pak Ridwan tanpa ampun.
“ Tri Riery Iqtitaira, XI_IPA 3.”
“ Anggi Rizky Eka, XI_IPA 3.”
“ Inet E. Seta, XI_IPA 3”
“ Jesica Jolie, anak baru.”
Pak Ridwan hanya mengangguk, lalu
memberikan selembar kertas pada kami berempat. “ di tambah hukuman, lari
keliling 2 kali, lalu berikan kertas itu pada guru BP. Setelah itu kalian boleh
masuk ke kelas.”
“ HAA?!?” teriak Anggi. “ aduh pak,
nanti saya keling dong pak,” kata Anggi.
“ Suruh siapa terlambat. Tambah
keling, tambah bagus kan?!? Sudah sana cepat…” teriak pak Ridwan.
Kami langsung berlari, sambil
berlari Anggi langsung menggerutu.
“ Bapak itu, gila apa bego ya?!?
Masa keling tambah bagus, sih?!? Yang ada malah tambah jelek, kan?!?” kata
Anggi.
Aku mengangkat bahu. “ tauk, ah.”
Lalu terus berlari.
Setelah 1 putaran kami berlari,
Anggi yang masih berada jauh dibelakangku, sedangkan Inet dan Jesica sudah 2
putaran sambil menunggu kedatangan kami berdua.
“ Woi.. cepetan dong. kita udah
ketinggalan pelajaran, lho..” teriak Jesica dan Inet.
Aku yang sudah 2 putaran berlari
menghampiri mereka berdua. “ sejak kapan kamu peduli pelajaran, net?!? Kalo Jesica
aku masih maklum, soalnya dia pintar, kalo kamu…” kataku sambil menatap
tubuhnya, dari kaki sampai kepala.
“ Ooo.. jadi kamu pikir, aku nggak
peduli pelajaran, gitu?!?” kata Inet dengan gayanya.
“ Nggak.. aku kan nggak ada bilang
kayak gitu. Aku cuma nanya, sejak kapan kamu peduli sama pelajaran?!?” kataku.
Inet langsung cemberut. Aku hanya
nyengir sambil melihat raut wajahnya yang sudah hampir meleleh.
“ Hah.. menyiksa banget..” kata Anggi
yang tlah berhasil lari sampai 2 putaran. “ bentar lagi, aku pasti kayak orang
papua..” gerutunya lagi.
Aku hanya tersenyum kecil. Setelah
itu, kami berjalan menuju ruang BP.
Selama diperjalanan, Anggi tambah
menggerutu. “ aduh.. aku alergi banget sama yang namanya Ruang BP. Untuk apa
coba kita kesini?!? Buang-buang waktu aja. Langsung masuk, juga gampang kan?!?”
“ Ya.. aku setuju, aku juga anti ruang
BP.” Kata Jesica.
Aku mendesah. “ Udah deh.. kalo
kalian diam, pasti ini akan selesai. Tapi.. kalo kalian ngoceh melulu, masalah
tak akan selesai.”
Anggi memutar bola mata. “ hah..
udah deh, nggak usah ceramah. Katanya kamu nggak suka dengerin orang ceramah, ta.”
“ Emang, hehehe. Tapi.. aku suka
ceramahin orang. Hehehe.. aneh ya?!? Suka ceramahin orang, tapi nggak suka
diceramahin orang. Hehehe..” kataku sambil tertawa.
Setelah guru BP menandatangani kertas
yang diberikan oleh pak Ridwan itu, kami pun masuk ke kelas dengan tenang,
karena belum ada guru yang memasuki kelas kami.
“ Hey ry, tumben kamu lama?!?” tanya
Arita (sekretaris kelas) saat aku masuk ke dalam kelas.
“ Kenapa?!? Rindu ya?!?” jawabku
sambil bercanda.
“ Ya.. rindu sama kecerewetanmu,
hehehe..” katanya sambil nyengir.
Aku hanya tertawa, lalu berjalan
menuju kursiku. Tiba-tiba, Adjie langsung menghampiriku.
“ Samping lo, itu siapa?!?” tanyanya
penasaran.
Aku menoleh ke sampingku, Jesica
yang sedang duduk dengan manis sambil membicarakan sesuatu pada Inet dan Anggi
yang duduk di depan mejaku.
Aku menyenggol lengan Jesica, “ ada yang
mau kenalan sama kamu..”
Adjie langsung melotot. “ heh, gue
kan cuma nanya siapa?!?” katanya setengah berbisik.
Aku terbahak. “ sory.. udah terlanjur..
hehehe” kataku sambil nyengir.
“ Kenapa?!?” bisik Jesica pelan.
“ Ini.. dia juga anak baru, namanya
Adjie.” Kataku memperKenalkan.
Jesica tersenyum. “ hai.. salam Kenal..”
Pipi Adjie langsung memerah. Waduh.. kok gue jadi salah tingkah,
katanya dalam hati. “ ng.. iya, salam Kenal juga..” katanya sambil tersenyum.
Tiba-tiba, pak Yus datang sambil
membawa kertas dan rotan tebal yang panjang.
Aku tercenggang, ada apa nih?!? Kok
bawa rotan segala?!?
“ Hari ini, saya kan membacakan
nilai-nilai yang dibawah 75.” Kata bapak itu.
“ Aduh.. gawat. Ujian kemarin,
nilaiku ambruk..” kata Anggi ketakutan. “ aku nggak mau Kena pukul.. aduh..
gimana nih..”
“ Untung aja nilai aku di atas 70..
bisa tenang deh.. aku.. hah..” kata Inet.
Anggi mengkerutkan dahi. “ bukannya
kamu kemarin itu, belom ngerjain tugas kliping”
Inet berfikir. “ oh.. iya, aduh..
gimana nih?!? Klipingnya belum gue buat.. alasannya apa ya?!?”
“ Hah.. sama aja, walaupun kamu buat
alasan juga, pak Yus nggak akan percaya. Taulah.. bapak itu kayak mana..” kata
Anggi.
Aku dan Jesica hanya
mengangguk-angguk.
“ Anggi Wika Kasih.. nilai kamu..
60. sini kamu..” kata pak Yus sambil menyiapkan rotannya.
Anggi berjalan ke depan dengan badan
gemetaran, lalu nyengir saat Raka melihatnya seolah tak percaya, maklum.. si
Raka ini cukup pintar. Dia tak pernah mendapatkan juara belasan, apalagi
puluhan.
Anggi berjalan mendekati pak Yus. “
pak jangan kuat-kuat ya?!? Saya lagi alergi..” kata Anggi bohong.
“ Bohong tuh., pak!” kata Inet
sambil tertawa.
Anggi langsung melotot.
“ Ayo.. ayo.. tanganmu..” kata pak
Yus.
Anggi memberikan tangannya, meski
wajahnya langsung memerah.
Saat pak Yus mencengkeram telapak
tangan Anggi dengan kuat sampai Anggi tak bisa melepasnya. Kakinya juga menjadi
kesemutan.
Saat pak Yus memberikan 5 pukulan
ditangan, ditambah 5 pukulan di kaki karena belum menyelesaikan kliping, Anggi
langsung berlari menghampiri kursinya. “ aduh.. sakit.. sakit.. tanganku jadi
merah. Kakiku jadi kebes.. lagi!” cerocosnya.
“ Makanya.. tugas itu dikerjain..”
tiba-tiba Rangga langsung memotong rengekan Anggi pada kami bertiga.
Anggi menoleh pada Heri dengan
sombong. “ iyalah.. yang pintar itu..”
Rangga hanya tercekik kecil, lalu
membuang muka yang juga diikuti Anggi.
***
Hari ini hari Minggu, sudah hampir
seminggu persiapan perjalanku. Besok sudah pergi. Uang tabunganku yang untuk
beli tiket Jesica sudah kuambil dari Bank, maka Jesica juga ikut pergi ke
Jepang bersama kami.
“ Novel-novel aku bawa nggak ya?!?”
tanya Anggi sambil memegang novelnya yang sudah hampir beribu.
“ Bawa aja…” jawab Inet yang sedang
membereskan pakaiannya.
“ Kalo kamu Rie, kamu bawa komik
kamu?!?” tanya Anggi padaku.
Aku mengangkat alis. “ pasti…
semuanya aku bawa.” kataku dengan bangga.
Inet, Anggi dan Jesica hanya menggeleng
sambil tersenyum.
“ Hari ini hari terakhir..” kata Jesica sambil
memelas.
“ Yah...” jawab Anggi sambil menggolekkan
tubuhnya.
“ Nggak ada kerjaan, hanya bisa
tidur-tiduran.. dan.. sangat bosan.” Lanjut Inet.
“ Sepi ya.. nggak ada pacar.” Kata Anggi
lagi. “ Raka juga lagi ada acara dirumahnya, jadi nggak bisa jalan bareng.”
Lanjutnya.
Aku hanya diam sambil memikirkan
sesuatu, apa yang bisa kami kerjakan?!?
Mama dan ayah sedang pergi ke rumah bibiku yang sedang sakit. Dirumah hanya ada
kami berempat. Kak Aya sedang ngerjain tugas dirumah temannya, kak Junior juga
pergi ke rumah temannya karena saking rindunya. Enaknya ngapain ya....
Aku mendesah, lalu menutup koperku
dan beranjak pergi dari kamar.
“ Rie.. mau kemana kamu?!?” tanya Inet.
Aku menoleh pada Inet dengan wajah
setengah mengantuk. “ Mau makan..” dan langsung berlari turun kebawah.
Aku membuka kulkas berharap
menemukan makanan ringan yang bisa mengganjal perutku yang sudah lapar. Kulihat
isi Kulkas yang kosong. Air dingin hanya tersisa 2 botol, itupun tidak penuh.
Telur yang ada hanyalah 2 buah, mentega yang tersisa hanyalah sedikit.
Aku menghela nafas. “ Ya ampun..
kalau begini keadaannya, aku hanya bisa bobo.”
Tiba-tiba Jesica dan Anggi datang
menghampiriku.
“
Sama.. kami juga mau makan..” kata mereka berdua hampir berbarengan.
Aku mengangkat alis. “ Oh.. tentu,
tapi sayangnya semua makanan habis berantakan.”
“ Beli kek..” tiba-tiba Inet
langsung turun dari kamar sambil memegang erat bantal tidurku. “ udah laper aku..”
lanjut Inet sambil mengelus perutnya.
Aku mengangkat alis lagi, lalu
mendesah. “ ayo.. aku juga udah lapar, kita masak sekarang.” Kataku lalu
menyalakan kompor.
“ Oke Rie, tapi sekarang mau masak
apa?!? Mau masak telur aja?!? Masa siang-siang gini cuma makan telur sih.. gak
asik dong..” Anggi berkomentar.
Aku tersenyum kecil. “ kita masak
aja apa yang ada...” jawabku.
“ Ng.. gimana kalo masak spagetti?!?
Kayaknya enak deh..” usul Jesica.
“ Yeh.. elo sih emang enak ka,
tinggal di Belanda... masakannya adem-adem. Nah sekarang kita di Indonesia..
oke?!? INDONESIA!!!” kata Anggi.
“ Apa bedanya Belanda sama
Indonesia?!? Kan sama-sama negara.” Bela Jesica.
“ STOPP... aku laper.. dan aku nggak
mau kalian berdebat disitu, oke?!?” kata Inet lalu menghampiriku. “ Rie, makan
apa nih.. aku lagi mati ide nih..” lanjut Inet.
Aku mendesah. “ heh.. mendingan gini
aja deh net.. Jesica sama Anggi, kamu suruh tiduran dikamarku...”
Inet melotot. “ HAH?!? Kamu suruh
aku untuk bilangin ke mereka tiduran dikamar kamu?!? Gila kamu ya?!? Ya jelas
mereka nggak mau lha.. kalo aku suruh gitu sih.. yang ada aku pasti diceramahin
sama mereka sampai panjang lebar. Ide yang lain aja deh shit,”
“ Mau gimana lagi, Inet?!? Udah
deh,. suruh aja mereka lakukan apa yang kamu suruh.. dan bilang itu perintahku.” kataku panjang lebar.
Inet tersenyum. “ Baiklah tuan
pengatur makanan.” Kata Inet Lalu menghampiri Anggi dan Jesica.
“ Kalian.. cepat pergi ke kamar Riery, tunggu di situ dan kalian boleh mengotak-atik laptop Riery” kata Inet.
“ Hah?!?! Serius?!? Wah…” teriak
Anggi dan langsung berlari naik ke atas yang juga diikuti Jesica dengan
senyuman.
“ Aku juga... hehehe...” kata Jesica
sambil nyengir lalu naik ke atas.
Inet menghela nafas, lalu
menghampiriku.
“
bagaimana.. sudah disiapkan makanan apa yang akan kita makan, nona?!?”
Aku menoleh pada Inet. “ kok jadi lebai
sih bicaranya?!? Hahaha..” aku terbahak.
Inet mengangkat alis kirinya dengan
mulut menganga. “ it’s not funy, okay?!?”
Aku memutar bola mata, sok bule! Hu..
Aku mengambil 2 telur yang tersisa
di kulkas, lalu meletakkannya disamping kompor dan menoleh pada Inet.
“
kita masak telur aja, ya?!? Yang pentingkan perut kita terisi.”
Inet langsung melotot. “ aduh.. Riery!! Aku kira kita berdua akan pergi ke warung beli makanan, rupanya kamu
minta temeni aku hanya buat masak telur doang?!?”
Aku mengangkat alis, lalu tersenyum.
“ kenapa nggak bilang dari tadi sih?!?” kataku lalu menarik tangan Inet keluar
dari rumah.
Saat aku akan mengambil sandal di
garasi, tiba-tiba kak Aya yang baru pulang dari rumah temannya langsung
menyapa.
“ Kamu mau kemana, dik?!?” tanya kak
Aya sambil meletakkan sepatunya.
Aku menoleh padanya. “ kemana aja boyeh..”
jawabku singkat lalu berlari keluar yang juga diikuti Inet.
***
Dalam perjalanan pulang dari
restoran karena telah selesai membeli makanan. Aku dan Inet singgah ke sebuah
toko komik untuk membeli beberapa komik baru dari serial Naruto shippuden.
“ Mau beli One Piece lagi?!?” teriak Inet.
Aku mengangkat alis. “ emang kenapa
sih?!?” tanyaku.
Inet memutar bola matanya. “ ya
ampun Rie, bukannya kamu udah selesai baca semua komiknya?!?”
“ Ng.. masih ada yang belum aku
beli. Lagian cerita One Piece itu kan panjang, jadi kan nggak mungkin langsung
abis dalam sekejap.” Jelasku yang tepat berada di depan hidungnya.
Inet melotot, lalu mendesah. “
terserah lo aja deh..” katanya melemas.
Aku hanya tersenyum lalu mengambil 2
buah komik One Piece dan memberikan uangnya kepada pelayan kasir.
***
“ KAMI PULANG....” teriak Inet lalu
berlari menuju kamarku. Aku hanya tersenyum, lalu mengambil 4 buah piring
untukku dan sahabat-sahabatku. Tiba-tiba kak Aya datang sambil memelukku.
Aku terkejut, lalu melepas
pelukannya. “ kamu kenapa, kak?!?” tanyaku pelan. Matanya merah, wajahnya juga
dingin sekali.
“ Memang.. yang namanya cowok itu
nggak bisa dipercaya ya..” kata kak Oshita terbata-bata.
Aku mengangkat alis kiriku. “
maksudnya?!?”
Kak Aya menoleh padaku sambil
merengut. “ ya ampun
Riery..
kamu nggak dewasa ya?!? Emang susah ya.. cari adik yang pengertian..” katanya
lalu meninggalkan ku. Aku hanya tersenyum.
Bukannya
gue nggak dewasa kak, gue males aja dengertin curhatan lo.. ha.. ha..
Aku naik ke atas menuju kamar sambil
membawa 2 bungkus makanan yang barusan aku dan Inet beli dari restoran di depan
komplekku. Saat aku masuk ke dalam kamarku, terlihat Anggi, Jesica dan Inet
sedang memandang layar laptopku dengan seksama sambil tersenyum.
Aku mengangkat alis bagian kiriku
lalu berkata. “ kalian gila ya?!?” tanyaku sambil meletakkan 2 bungkus makanan
yang barusan kubeli di atas meja belajarku lalu menghampiri mereka bertiga. “
lihat apa sih?!?” lanjutku.
“ Taylor Lautner” teriak Anggi kegirangan.
Aku melotot, cuma Taylor Lautner doang?!? Ya ampun.. pada gila semua ni anak..
Aku hanya menghela nafas panjang
karena sudah terbiasa dengan mereka bertiga.
***
“ Sudah selesai?!?” tanya kak Junior
yang tlah selesai memanasi mobilnya. Aku mengangkat bahu, lalu tersenyum sambil
membayangkan kota Tokyo, indahnya pohon Sakura, dan berjumpa idolaku, Masashi
Kishimoto. Tiba-tiba, Inet menghampiriku dan menyenggol lenganku.
“ Melamun aja.. ayo pergi.. kan
khasian, cowok kamu nunggu lama..” kata Inet lalu masuk ke dalam mobil. Aku
tersenyum, lalu masuk ke dalam mobil.
***
Aku keluar dari Mobil sambil menoleh
ke kanan kiri. Mencari Rai dan Raka yang sudah janji akan bertemu di Bandara.
“ RIERYYY... ANGGI...” teriak
seorang lelaki yang tidak lain adalah Raiga. Aku menoleh pada Raiga sambil menyahut.
“ Hoi...” lalu berlari menghampiri
mereka berdua. “ udah lama nunggu ya?!?” tanyaku.
“ Hmm.. mungkin..” jawab Rai
seadanya.
Tiba-tiba Anggi, Inet dan Jesica
mengampiri kami bertiga.
“ Raka.. jalan-jalan bentar yuk..”
ajak Anggi sambil mengandeng tangan Raka, lalu mengedipkan mata pada kami
Berempat. “ lama lagikan?!? Jadi boleh dong kencan sebentar.” Lanjut Anggi
dengan senyuman.
Aku mengangguk lalu menoleh pada Rai.
“ kita juga yuk..” ajakku sambil tersenyum.
Rai juga tersenyum. “ ayo.. kita
udah lama nggak jalan bareng ya..” katanya dan kami pun pergi meninggalkan Inet
dan Jesica berdua.
“ Ya.. ampun, kita berdua lagi...
memang, dasar Jomblo..” kata Inet kesal.
Jesica mengangkat alis. “ biarin aja
deh.. lagian Jomblo sama pacaran itu menurutku lebih meyenangkan Jomblo.
Kasiankan kalo nanti suamiku bukan cowok aku yang sekarang.. aku mau suamiku
adalah pacar pertamaku. Tapi bukan cinta pertamaku. Banyak orang yang aku
cintai didunia ini..” tiba-tiba selagi Jesica akan meneruskan ucapannya Inet
langsung memotong.
“ Berhenti menceramahiku sampai
disitu..” teriakknya ketus.
Jesica mengkerutkan dahi. “ siapa
yang menceramahi kamu.. aku kan cuma bilang apa yang aku fikirkan.”
Inet mengangkat alis. “ kalau aku
sih, aku hanya ingin menjadi manusia biasa. Aku berharap agar menikah dengan lelaki
yang tidak ganteng tapi juga tidak jelek.” Kata Inet sambil tersenyum.
Jesica mendesah lalu mengambil
kertar origami dari kantong celananya dan mulai melipat-lipat kertas itu. “
kamu ngomong nggak nyambung deh..” kata Jesica tanpa melihat ke arah Inet.
Inet langsung melotot. “ APA KAMU
BILANG?!?”
Jesica langsung terbahak. “ HAHAHA..”
Inet mendesah sambil berkata. “ hah..
yang terakhir yang mau aku bilang ke kamu adalah… aku adalah si PENAKUT NOMOR
SATU DAN PALING JAGO MELARIKAN DIRI.” Katanya sambil menampilkan gigi putihnya.
Jesica hanya terpelongo melihatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar