Most popular blog

Sabtu, 10 Maret 2012

bab 9


Bab 9




            “ Ada satu wanita yang meninggal…” teriak seorang polisi dengan polisi yang lain. Polisi itu menoleh pada Taiga yang sedang menggendong Jesica dibelakangnya. Dia meletakkan Jesica diatas kain putih, lalu menyelimutinya dengan kain itu.
            “ Ini temanku dari Indonesia, dia tertimpa bangunan hotel ini.” jelasku pada Polisi itu.
            Polisi itu mengangguk. “ saya  mengerti..” kata polisi itu, lalu menoleh padaku lagi. “ dari Indonesia?!? Sepertinya tadi aku juga menemukan seorang wanita dari Indonesia,” Jelasnya padaku.
            Aku mengangkat alis. Apakah itu Anggi?!? “ ya.. dia temanku..” kataku cepat.
            “ Dimana dia pak?!?” tiba-tiba Inet langsung bertanya.
            “ Ayo..” ajak polisi itu pada kami bertiga.

***

            “ Ini.. kalian boleh melihatnya, tapi tolonglah, jangan ribut..” kata polisi itu sambil menunjukkan keberadaan Anggi yang tergeletak di atas kain putih. Aku dan Inet berlari menghampiri Anggi.
            “ Anggi..” Kataku pelan sambil mengeluarkan air mata. Aku menggenggam tangan Anggi. Tiba-tiba Inet memelukku.
            “ Riery.. bagaimana.. Anggi?!? Apa Anggi juga sudah meninggal?!?” tanya Inet sambil terbata-bata.
            Aku tidak menjawab, aku hanya bisa menutup mataku. Tiba-tiba saat aku membuka mata, aku sedang berdiri berada di taman gelap dan sepi. Aku mencoba mencari seseorang untuk menemaniku ditempat ini, tapi tidak ada satu orangpun yang terlihat.
            “ Halo?!? Apa ada orang?!?” teriakku. Tiba-tiba saat aku akan mengatakan sesuatu lagi, ada seseorang yang menepuk bahuku dari belakang. Aku menoleh kebelakang, terlihat seorang yang begitu kukenal, JESICA.. ANGGI..
            “ Jesica?!? Anggi?!?” kataku sambil terkejut.
            Mereka tersenyum padaku.
            “ Kenapa kamu ada disini, Riery?!?” tanya Jesica padaku.
            Aku mengkerutkan dahi. “ seharusnya aku yang bertanya begitu padamu, kenapa kalian ada disini?!? Bukannya kalian.. sudah..”
            “ Ooo.. kami disini karena ingin bermain saja, ini kan hari minggu.. jadi boleh dong bermain sebentar..” kata Anggi sambil menari-nari didepanku. Aku tersenyum.
            “ Oh.. iya, Riery, kamu pasti haus?!? Mau teh?!? Ini.. sudah aku buatkan dari yang enak sampai ke super enak.. karena, kamu pasti tak akan mau kalau aku memberikan teh yang pahit kan?!? Pasti begitu.. karena semua orang pasti sangat tidak menyukai teh yang pahit, selain rasanya yang..” tiba-tiba saat Jesica akan melanjutkan perkataannya, aku langsung memotong.
            “ Sudah.. sudah Jesica, tak usah panjang lebar..” kataku polos sambil tersenyum lalu memberikanku segelas teh yang sudah dibuatnya.
            “ Hehehe.. maaf ya..” kata Jesica sambil tersenyum. Aku membalas senyumannya.
            “ Hei.. Jesica.. ayo kemari.. kita harus pergi..” tiba-tiba Anggi berteriak sambil melambaikan tangan ke arah Jesica. “ maaf Riery, kami tak bisa lama-lama, kami harus pergi selagi bulan masih bersinar,” kata Anggi sambil tersenyum.
            Aku membalas senyumannya. “ ya.. tak apa-apa..” lanjutku.
            Jesica menoleh padaku. “ Riery.. suatu saat nanti, jika kita bertemu lagi, aku tak bisa berkata apa-apa, karena aku belum siap bertemu denganmu… tapi.. aku meyakinkan padamu kalau kau akan siap,” katanya panjang lebar, lalu berlari menghampiri Anggi dan menghilang dalam sekejap.
            Aku tersenyum, lalu berkata. “ aku senang, bertemu kalian berdua… dan aku siap kapanpun kau siap, Jesica..”

***

            Aku terbangun dari mimpiku, sekarang aku tengah berada di dalam pesawat, disebelahku, terlihat Inet yang sedang membaca majalah, wajahnya ceria seperti dulu. Dia membaca majalah itu dengan seksama, baru kali ini aku melihatnya dengan seperti ini. Padahal dulu, rambutnya selalu berserakan dan urakan, apalagi pakaiannya gemrong dan bau, tapi.. kali ini, dia terlihat rapi dan bersih, tidak ada bau sama sekali.
            Aku mengangkat alis. “ Inet?!? Kita kok disini?!?” tanyaku sambil menoleh ke arah kanan dan kiri.
            “ Kata polisi itu, kita harus cepat pulang ke Indonesia. Ibumu dan ayahmu sudah mencemaskan keaadaanmu lho Rie.. makanya tadi mereka menyuruhku untuk cepat balik ke Indonesia.” Jelas Inet.
            Aku menundukkan kepala, lalu menoleh lagi pada Inet. “ Anggi dan Jesica?!? Mereka.. bagaimana?!?” tanyaku.
            “ Anggi sedang dibawa ke Indonesia, sedangkan Jesica dikembalikan ke Belanda, itu perintah keluarganya, tapi.. tenang saja.. semua akan berjalan lancar…” kata Inet sambil tersenyum.
            Aku membalas senyumannya.
            “ Oh.. iya, si Taiga sama Kouki juga ikut ke Indonesia lho.. mereka mencemaskan keaadanmu,” kata Inet.
            Aku mengangkat alis. “ Kouki?!? Yang berambut coklat itu?!?” tanyaku.
            “ YOI…” jawab Inet polos.
            “ Mereka ke Indonesia hanya untuk mencemaskanku?!? Itu tidak masuk akal, Inet..” kataku keras.
            Inet mendesah. “ itu berarti mereka mencintaimu, mereka ingin lebih lama lagi denganmu, seharusnya kamu senang dong..” lanjut Inet sambil terus membaca majalah.
            Tiba-tiba Inet menoleh padaku. “ mereka menitipkan sesuatu padaku untukmu..” tambahnya sambil membuka-buka isi dalam tas gendongnya.
            “ Menitipkan sesuatu?!?” tanyaku penasaran.
            “ Ini…” kata Inet sambil memberikan sebuah jepitan rambut berbentuk bunga Sakura.
            Aku mengambil jepitan rambut itu, “ ini.. yang diberikan mereka?!?” tanyaku lagi.
            “ Ng.. kayaknya sih nggak, Kouki yang memberikan jepitan itu, Taiga tidak memberikan apa-apa, dia hanya titip salam.” Kata Inet sambil tersenyum. “ dari dulu, sejak aku lihat kalian, aku rasa kalian itu cocok, serasi sebagai pasangan..” tambah Inet.
            Aku melotot. “ apaan sih?!? Aku kan udah punya Raiga..”
            “ Ya.. terserah deh..” jawab Inet polos lalu mengambil majalahnya lagi dan membacanya.

***

            Aku sampai di Bandara Polonia Medan. Hari ini banyak sekali orang-orang Indonesia yang menunggu ke datangan kami, ada yang menunggu keluarganya yang juga barusan liburan ke Jepang, mereka tampak cemas.
            Setelah mengambil barang-barangku dari bagasi, aku keluar dari Bandara. Terlihat ayah dan Mamaku beserta kedua kakakku, Aya dan Junior sedang duduk di luar, aku berjalan menghampiri mereka, tapi sebelum aku sampai disana, kak Junior langsung membalik badan.
            “ Tri Riery Iqtitaira…” teriak kak Junior saat melihatku berjalan menuju mereka. Aku tersenyum.
            “ HAI…” jawabku keras lalu berjalan mendekati mereka.
            “ Bagaimana?!? Lo baik-baik aja kan?!?” tanya kak Junior saat selesai memelukku.
            “ Yah.. begitulah..” jawabku seadanya.
            “ Syukurlah…” jawab kak Junior sambil terlihat lega.
            “ Nih.. belum makan, kan?!?” kata Mamaku yang selalu mencemaskanku jika aku belum makan. Aku mengangguk lalu menerimanya.
            Tiba-tiba, saat aku dan keluargaku akan masuk ke dalam mobil untuk pulang, Inet berteriak padaku dari belakang. “ Riery.. aku pergi dulu ya… ortuku udah jemput, dah..” kata Inet sambil melambaikan tangan lalu berlari menuju mobilnya. Aku membalas lambaian tangannya sambil menoleh pada Taiga dan Kouki lalu menghampiri mereka berdua.
            “ Kalian mau nginap dimana?!?” tanyaku.
            “ Ng.. kami tidur di hotel aja deh..” kata Taiga sambil nyengir.
            “ Hm… ya udah deh, oh iya.. aku duluan ya.. ortuku udah ngambek tuh.. dah..” teriakku lalu masuk ke dalam mobil.
            Saat diperjalanan pulang, kak Junior bertanya padaku.
“ gimana?!? Seru nggak ke Jepangnya?!?” tanyanya sambil tersenyum.
            “ Seru banget… hahah.. sampai-sampai ada gempa segala…” kataku dengan senyum dipaksakan.
            “ Hehehehe..” jeda sejenak. “ oh.. iya, dari tadi gue kok nggak liat si Anggi sama Jesica sih?!? Kemana mereka?!?” tanya kak Junior.
            Pertanyaan kak Junior membuatku teringat pada mereka berdua, teringat tentang semua kejadian yang aku alami berempat bersama Inet, dari kelas 3 SD, sampai kelas 2 SMA ini. Sangat tidak menyangka, ternyata perjalan persahabatan kami akan berakhir disini.
            Dimulai dari perjalanan yang mengademkan, sampai perjalanan yang menantang, semua sudah kami nikmati bersama. Aku sangat sedih melihat kejadian ini, bagaimana tanggapan Raka saat mengetahui Anggi tlah meninggal, bagaimana tanggapannya mendengar aku tak bisa menepati janjiku, bagaimana perasaan hatinya, pecah.. yang ada hanyalah Kenangannya dengan Anggi. Dia pasti sangat kecewa denganku. Aku menutup mataku.

***

            Aku meletakkan tubuhku dikasur saat tiba didalam rumahku yang minimalis ini, sekarang sudah jam 10 malam, belum sempat aku menutup mata, tiba-tiba poselku berbunyi, bunyi dengan lagu Hero Come Back dari Nobodyknows. “ Everbody stand up, agero kyou ichiban no jikan da….”
            Aku menoleh pada layar ponselku, tertera nama RAKA disana. Raka?!? Aduh.. bagaimana ini?!? apa yang harus kukatakan padanya?!? Aku mengambil ponselku lalu berkata.
            “ Ya.. ada apa ka?!?” tanyaku gugup. Aku sudah tau, pasti dia mau bertanya tentang Anggi.
            “ Halo.. apa kabar?!?” tanya Raka dengan semangat.
            “ Baik-baik aja kok!! Ada apa?!?” tanyaku sambil menggoyangkan kakiku.
            “ Ng.. gini, aku mau bicara sama Anggi dong, aku jadi rindu sama dia, oh.. iya ponselnya kok nggak bisa dihubungi ya?!? Padahal kalian udah balik ke Indonesia kan?!? Hmm.. ngomong-ngomong kalian semua baik-baik aja kan?!? Ada yang Kena Tsunami sama gempanya nggak?!? Aduh.. aku cemas banget dengan keaadaan kalian lho.. oh iya.. aku juga mau ngomong sama Inet dong?!? dia kan udah janji mau kasih oleh-oleh dompet sama aku..” kata Raka penjang lebar, yang membuat mulutku mangap.
            “ Ya ampun… Raka, pertanyaanmu panjang banget dodol.. aku bingung mau jawab yang mana..” jawabku keras.
            “ Terserah deh, mau jawab yang mana dulu…” kata Raka polos.
            Aku memutar bola mata. “ oke.. aku mau jawab soal Inet dulu ya.. katanya dia nggak sempat mau beliin kamu dompet. Lagian, kamu juga aneh sih, udah tau kami lagi ada masalah di Jepang, masih.. juga ngomongin oleh-oleh. Dodol banget sih kamu..” kataku bohong.
            Raka langsung nyengir. “ hehehe.. iya-iya deh.. sekarang jawab soal Anggi dong, buruan.. aku mau ngomong sesuatu sama dia..” kata Raka cepat.
            Aku menundukkan kepala. “ Raka.. maaf.. si Anggi sudah…”
            “ Sudah kenapa?!? Sudah tidur ya?!? Berarti benar dugaanku kalau dia nginap dirumah kamu.. ya udah deh.. besok aja di sekolah ya.. dah…” kata Raka cepat lalu menutup pembicaraan kami.
            “ Eh.. tunggu Raka.. aku kan belum bilang yang sebenarnya…” kataku keras, lalu meletakkan ponselku diatas meja belajar. Aduh.. besok.. gimana mau bilangin ke dia ya?!? tanyaku dalam hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar